Minggu, 08 Maret 2015

Senja lagi-lagi

Ntah sudah berapa juta kata ia tuliskan hanya demi memuja senja.
Ntah sudah berapa juta kali ia agung-agungkan senja selagi tersenyum dengan jumawa.
Ntah sudah berapa ribu kali ia diam-diam duduk dibalkon, hanya demi menunggui senja hingga adzan maghrib tiba.

Lalu ia turun tangga, tersenyum layaknya tak ada hari esok yang akan ia jumpa.
Lagi-lagi ia berterimakasih kepada senja.
Meski sebentar ia selalu dirindu.
Meski sebentar ia selalu dinanti.
Meski sebentar ia selalu diharap.
Kecuali jika mendung tiba, senja tak mampu menampakan sinarnya.
Senja bilang bukan saatnya, mari biarkan mendung menutupi sorotnya.

Lalu besok.
Dengan janji penuh harap, dengan penantian penuh janji.
Senja akan tiba, lalu menyapanya dengan lembut.

Kembali, diatas balkon itu lagi.
Dia dan senja akhirnya bertemu lagi.
Bak dua orang yang tak lama bertemu.
Dia bilang dia rindu. Padahal hanya selang waktu beberapa lama.
Lalu ia bertemu senja lagi.

Mungkin ini cara tuhan.
Bahwa pertemuan yang tidak kontinyu akan memupuk rindu yang lebih banyak.
Bahwa pertemuan yang singkat akan lebih dirasa momentnya.
Lalu dia bilang dia rindu, dan jatuh cinta pada semburat jingga milik senja.

Lalu sampai akhir hayatnya.
Balkon dan senja menjadi penutup akhir terbaik hari-harinya hingga akhir hayatnya.

Seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar