Minggu, 08 Maret 2015

Kamu level apa?


“iced frappe? Kamu pecinta kopi level apa?” ia tertawa keras-keras.
Frappe itu hanya memiliki presentase kecil dari “kopi” yang mereka ingin nikmati.
Hanya espresso doubleshoot dibagian dasar, lalu sisasnya hanya paduan manis yang kau dapati. Ketika mereka berbaur, pahit dasar sudah tidak terpatri lagi dilidahnya.

Secangkir choco almond

“Secangkir choco almond” lalu ia berdehem.
Ini adalah minuman ternikmat untuk kaum coklat-coklatan.
Bayangkan saja bagaimana berat dan penuhnya coklat yang lumer dibagian atas. Lalu ada taburan almond dibagian paling atasnya lagi.

Bukankah surga dalam cangkir sesederhana itu?

Kopi Bali Kintamani

Kopi bali kintamani.
Kau akan dapati rasa pahit yang berpadu dengan keasaman diujung lidah setelah tegukan pertama.
Lalu, pahitnya datang lagi. Dan lama kelamaan terasa hambar, lalu hilang.
Sesapan pertama, lidah tidak terlalu familiar dengan kopi tubruk yang dihidang.
Lalu sesapan kedua, ia mulai menerka-nerka, kejutan dari cita rasa apalagi yang akan ia dapat.
Lalu sesapan-sesapan selanjutnya ia dapati, rasa yang sebenar-benarnya adalah caranya menikmati.
Ia nikmati aromanya, lalu ia sesap lagi.
Begitu terus, hingga ampas dasar cangkir terlihat.

Penanda, penghujung malam sudah ia nikmati. Lalu ada tawa keras yang mengudara, ia tidak sendiri. Batinnya.

Senja lagi-lagi

Ntah sudah berapa juta kata ia tuliskan hanya demi memuja senja.
Ntah sudah berapa juta kali ia agung-agungkan senja selagi tersenyum dengan jumawa.
Ntah sudah berapa ribu kali ia diam-diam duduk dibalkon, hanya demi menunggui senja hingga adzan maghrib tiba.

Lalu ia turun tangga, tersenyum layaknya tak ada hari esok yang akan ia jumpa.
Lagi-lagi ia berterimakasih kepada senja.
Meski sebentar ia selalu dirindu.
Meski sebentar ia selalu dinanti.
Meski sebentar ia selalu diharap.
Kecuali jika mendung tiba, senja tak mampu menampakan sinarnya.
Senja bilang bukan saatnya, mari biarkan mendung menutupi sorotnya.

Lalu besok.
Dengan janji penuh harap, dengan penantian penuh janji.
Senja akan tiba, lalu menyapanya dengan lembut.

Kembali, diatas balkon itu lagi.
Dia dan senja akhirnya bertemu lagi.
Bak dua orang yang tak lama bertemu.
Dia bilang dia rindu. Padahal hanya selang waktu beberapa lama.
Lalu ia bertemu senja lagi.

Mungkin ini cara tuhan.
Bahwa pertemuan yang tidak kontinyu akan memupuk rindu yang lebih banyak.
Bahwa pertemuan yang singkat akan lebih dirasa momentnya.
Lalu dia bilang dia rindu, dan jatuh cinta pada semburat jingga milik senja.

Lalu sampai akhir hayatnya.
Balkon dan senja menjadi penutup akhir terbaik hari-harinya hingga akhir hayatnya.

Seperti itu.